Legenda Kelompok Sandiwara Sunda Dwi Murni Bangkit Kembali

BANDUNG--Setelah lama vakum, kelompok Lingkung Seni (LS) Dwi Murni kembali hadir dan meramaikan dunia seni pertunjukan tradisi Sunda. Mereka tampil di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jalan Baranangsiang, Kota Bandung, Selas (4/11/2025). Dengan mementaskan sandiwara tiga babak berjudul ‘Pernikahan Dini’ karya sutradara Dadang Usman (Ki Daus).
Kelompok LS Dwi Murni merupakan pecahan dari grup legendaris Sri Murni, yang pernah menjadi ikon Sandiwara Sunda di Kota Bandung. Nama Dwi Murni diambil sebagai penghormatan terhadap asal-usul mereka, sekaligus simbol semangat baru untuk melanjutkan tradisi lama.
Kebangkitan LS Dwi Murni tak lepas dari semakin semaraknya kegiatan seni tradisi di Gedung Kesenian Rumentang Siang. Program rutin Longser Bandung yang digelar setiap hari Selasa menjadi pemantik semangat bagi Ki Daus, pimpinan LS Dwi Murni untuk kembali memproduksi karya sandiwara Sunda.
Pementasan ‘Pernikahan Dini’ mengangkat kisah tentang seorang juragan yang memaksakan kehendaknya untuk menikahi anak di bawah umur. Cerita ini menjadi cerminan moral tentang penyalahgunaan kuasa dan pelanggaran etika dalam kehidupan sosial.
Menurut Ki Daus, sandiwara Sunda saat ini sudah jarang dikenal oleh generasi muda, hal ini menjadi salah satu alasan kembali digelarnya pertunjukan.
“Bisa dibilang, saat ini hampir tidak ada lagi kelompok Sandiwara Sunda di Bandung yang masih aktif menampilkan karyanya. Bagaimana kesenian tradisi bisa dicintai jika mereka bahkan tidak mengenalnya,” ujar Ki Daus.
Sementara itu, Apip Catrixs, selaku pimpinan produksi, berharap pementasan ini menjadi langkah awal kebangkitan Sandiwara Sunda di Bandung.
“Melalui pertunjukan ‘Pernikahan Dini’ ini, kami ingin memperkenalkan kembali Sandiwara Sunda kepada generasi muda, sekaligus membuka jalan agar seni tradisi ini dapat diwariskan kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Dengan kembalinya LS Dwi Murni ke panggung, diharapkan geliat seni teater tradisi Sunda semakin kuat dan kembali menemukan tempat di hati masyarakat Jawa Barat.
Sinopsis ‘Pernikahan Dini’. Tersebutlah seorang Juragan, seorang rentenir yang dikenal raja téga dan mata keranjang. Namun, meskipun galak dan berkuasa, ia sangat takut pada istrinya.
Juragan ini memiliki seorang putra semata wayang, serta dua orang badéga (bodyguard) yang sama-sama ablau alias kurang pintar. Suatu hari, mereka berangkat untuk menagih hutang kepada seorang petani miskin. Saat tiba di rumah petani tersebut, ternyata ia tidak mampu membayar hutang karena gagal panen. Namun Juragan Ijon tidak mau tahu. Terjadilah keributan dan perundungan yang dilakukan oleh kedua badega. Tak lama kemudian, muncul seorang gadis cantik membawa segelas air teh. Ia adalah Dini, putri petani tersebut.
Begitu melihat Dini, Juragan mendadak berubah sikap yang tadinya garang, seketika menjadi lembut. Setelah Dini keluar, Juragan berbisik pelan, hutang-hutang dianggap lunas, asal Dini mau dijadikan istrinya. Keluarga itu tak berdaya. Mereka pasrah menerima nasib.
Singkat cerita, tibalah hari pernikahan. Juragan tampil gagah dengan busana pengantin pria, sementara pengantin wanita hadir dengan cadar tertutup ala Mesir. Karena tak tahan ingin melihat wajah pengantinnya, Juragan pun membuka cadar perlahan. Dan ternyata wanita di balik cadar itu adalah Poningsih, istrinya sendiri.
Rupanya, Poningsih sengaja membuat jebakan untuk memberi pelajaran kepada suaminya yang serakah. Juragan hanya bisa terdiam membisu, merasa bersalah karena telah memaksa Dini yang masih di bawah umur untuk menikah.***
