RSHS Berhasil Pisahkan Bayi Kembar Siam Asal Tasikmalaya

BANDUNG--Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, dan Dirut Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Rachim Dinata Marsidi menggendong bayi kembar siam bernama Nadia dan Nadira usai 'Kick Off Intervensi Pencegahan dan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Kematian Bayi' di RSHS, Kota Bandung, Selasa (19/6/2025).
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengapresiasi atas pencapaian luar biasa RSHS. Ia menyebut operasi pemisahan bayi kembar siam sebagai salah satu prosedur medis paling kompleks dalam layanan kesehatan ibu dan anak, yang hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit dengan kapasitas layanan tingkat tertinggi.
“Ini adalah tindakan yang paling kompleks untuk masyarakat, dan RSHS mampu melakukannya. Saya bangga karena tindakan ini berhasil dengan hasil yang luar biasa,” kata menkes.
Keberhasilan RSHS dalam menangani bayi kembar siam ini merupakan capaian yang mencerminkan keunggulan layanan dan kompetensi tim medis. Namun demikian, Menkes juga menyoroti tantangan dalam aspek pembiayaan.
“Karena itu saya bilang, rumah sakit harus punya model yang bisa subsidi silang. Supaya kasus-kasus seperti ini tetap bisa ditangani, dan masyarakat tidak terbebani,” ujarnya.
Bayi kembar siam dempet bokong (pygopagus) asal Tasikmalaya tesebut berhasil dipisahkan setelah menjalani operasi oleh tim ahli RSHS. Ketua Tim Pemisahan Bayi Kembar Siam RSHS Dikki Drajat Kusmayafi, menjelaskan bahwa sejak usia dua hari, Nadia dan Nadira telah dirujuk dan ditangani di RSHS. Namun, proses operasi baru bisa dilakukan pada awal Mei 2025 karena menyesuaikan berbagai faktor medis.
“Memang, biasanya untuk kembar siam tidak langsung dilakukan operasi. Ada persyaratan waktu sebelum bisa dilakukan tindakan pemisahan. Umumnya, operasi dilakukan setelah usia delapan bulan,” papar Dikki.
Selanjutnya tantangan utama dari operasi ini adalah posisi dempet di bagian bokong yang melibatkan tulang ekor, tulang sakrum, serta sebagian sistem organ seperti usus besar dan organ reproduksi.
“Bagian luar vaginanya bersatu, dua vagina tapi menyatu. Namun, masing-masing bayi memiliki struktur organ dalam perempuan yang lengkap, seperti rahim dan indung telur masing-masing,” ujarnya.
Dikki menjelaskan operasi ini melibatkan tim gabungan lintas spesialisasi dengan lebih dari 40 dokter, termasuk ahli saraf yang menggunakan berbagai sensor untuk memantau sistem persarafan bayi selama tindakan.
“Jadi, selama tindakan, tubuh bayi dipasangi sensor-sensor untuk memastikan bahwa pemisahan dilakukan secara proporsional dan aman,” katanya.***(Edi Yusuf)