76 Tahun Lalu Bandung Berubah Menjadi Lautan Api, Sejarah Heroik yang Tak Dapat Dilupakan
BANDUNG - Hari ini tepat 76 tahun lalu aksi heroik dilakukan oleh para tentara dan juga warga Kota Bandung. Mereka membakar rumah-rumah pribadinya sepanjang jalan pengungsian ke arah Bandung Selatan pada 23 Maret 1946.
Peristiwa tersebut dikenal hingga saat ini sebagai Bandung Lautan Api. Dimana 200 ribu warga serentak membakar rumah mereka agar tidak dikuasai asing. Aksi heroik itu merupakan paling penting dan masuk sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Bandung Lautan Api merupakan satu gerakan penolakan dari warga dan juga tentara saat ini karena tidak ingin kota ini diduduki atau dikuasai pasukan sekutu dan NICA (Netherland Indies Civil Administration).
Berdasarkan buku Sejarah Nasional Indonesia VI (2008) yang ditulis Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan mengungkapkan awalnya pasukan Inggris yang merupakan bagian dari Brigade MacDonald tiba di Kota Bandung 12 Oktober 1945.
Mereka nenuntut supaya semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR (Tentara Keamanan Rakyat), diserahkan kepada mereka.
Diwaktu bersamaan orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan.
Buntutnya adalah bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas.
Lalu tiga hari kemudian, MacDonald pun langsung memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat Mr. Datuk Djamin untuk mengosokan Bandung beserta tentara bersenjatanya.
Namun permintaan mereka tidak digubris. Peringatan yang berlaku sampai tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 harus dipenuhi. Jika tidak, maka Sekutu akan bertindak keras.
Ultimatum kedua itu pun tidak digubris sama sekali. Beberapa pertempuran terjadi di Bandung Utara. Pos-pos Sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan.
Baru pada tanggal 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu Stopford, memperingatkan kepada Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil yang diperbolehkan tinggal.
Menindaklanjuti ultimatum tersebut, Tentara Republik Indonesia (TRI) yang saat itu dipimpinan Kolonel A.H. Nasution yang saat itu sebagai Komandan Divisi III TRI memutuskan untuk membumihanguskan Bandung.
Keputusan untuk membumi-hanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946.
Aksi bumi hangus di Bandung dipandang sebagai taktik yang dirasa paling ideal dalam situasi saat itu karena kekuatan pasukan Republik Indonesia tidak sebanding dengan kekuatan Sekutu dan NICA.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer.
Kondisi saat itu sangat mencekam, karena dimana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati.
Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut.
Tak kalah heroik, Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Membuat Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya.
Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung.
Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Dengan kondisi itulah akhirnya dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api. Arie Lukihardianti