Home > Serba Serbi

Dodol dan Wajit, Kuliner Khas Garut Warisan Budaya Tak Benda Berfilosofi Persaudaraan

Di setiap potongannya, dodol mencerminkan tali persaudaraan, menguatkan rasa keakraban, dan menunjukkan peduli serta perhatian.
Ilustrasi dodol Garut
Ilustrasi dodol Garut

BANDUNG---Dodol dan wajit merupakan kuliner khas dari Kabupaten Garut. Kedua kudapan peninggalan nenek moyang ini, berpotensi untuk memperoleh penetapan Warisan Budaya Takbenda di tingkat nasional sebagai upaya pelindungan karya budaya kuliner.

Dodol sendiri, telah dicatatkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia pada 2010 dan telah ditetapkan sebagai WBTb Jawa Barat pada tahun 2023. Saat ini tengah berupaya untuk ditetapkan sebagai WBTb Indonesia. Namun, hal ini acap terhambat oleh minimnya kajian ilmiah.

Serupa dengan dodol, wajit pun merupakan panganan khas dari Kabupaten Garut yang berpotensi untuk memperoleh penetapan WBTb. Kondisi ini kemudian mendorong peneliti untuk menggali penelitian terkait kuliner tersebut. Sehingga, pengetahuan masyarakat dapat diperkaya, dan mereka dapat ikut berkontribusi dalam penetapan WBTb.

Salah satunya yang dilakukan tim KKNM Universitas Padjadjaran (Unpad) di Desa Ngamplangsari, Cilawu, Kabupaten Garut dengan Dosen Pembimbing Lapangan Dr Laina Rafianti, MH.

Di desa tersebut, tim telah melakukan observasi melalui pendekatan multidisipliner. Hasilnya diperoleh bahwa Desa Ngamplangsari merupakan penghasil dodol dan wajit.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya penetapan WBTb atas dodol dan wajit, tim KKNM menggelar Saresehan dan Lokakarya Dodol dan Wajit di Villa Maolanist, Desa Ngamplangsari, belum lama ini.

Dikutip dari Kanal Media Unpad, secara antropologis, dodol dan wajit telah mengukit tempat istimewa dalam relung kehidupan budaya masyarakat Ngamplangsari. Sebagai salah satu elemen tak tergantikan, Dodol mewakili esensi kehangatan hubungan antarwarga, menjadi ikatan kuat di antara mereka.

Dalam setiap potongannya, dodol mencerminkan tali persaudaraan, menguatkan rasa keakraban, dan menunjukkan peduli serta perhatian yang tulus ketika dihadiahkan kepada orang lain.

Pembagian peran laki-laki dan perempuan terlihat dari cara pembuatan Dodol yaitu laki-laki berperan mengaduk adonan Dodol di atas tungku dan perempuan membungkus dodol.

Berbeda dengan wajit, tidak terdapat pembagian peran dalam mengaduk dan membungkusnya. Keduanya memiliki makna di momen-momen berharga seperti peristiwa penting dan perayaan.

Kehadiran dodol dan wajit menjadi simbol penerimaan dan berbagi sukacita, menggambarkan harmoni serta semangat gotong royong yang hidup di setiap sudut desa.

Dosen Pembimbing Lapangan Dr Laina Rafianti, MH menjelaskan, aktivitas KKNM yang terintegrasi dengan program Pengabdian pada Masyarakat ini turut berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya menggunakan kemasan yang ramah lingkungan.

"Ini sebagai langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan dan alam sekitar," katanya.

Dengan mengikutsertakan mahasiswa dari berbagai program studi di lingkungan Unpad, kata dia, diharapkan dapat mendorong pengembangan masyarakat berkelanjutan. Para mahasiswa membawa perspektif unik dan pengetahuan beragam, menghadirkan sinergi yang memberdayakan dalam menghadapi tantangan sosial dan lingkungan yang kompleks.

"Begitupun sebaliknya, mahasiswa KKN mendapatkan pengalaman dan tata cara hidup bermasyarakat sesuai dengan kebiasaan di Desa Ngamplangsari,” kata Laina.

Dosen Fakultas Hukum ini menjelaskan, kegiatan sarasehan dan lokakarya ini digelar untuk saling memberikan ilmu bermanfaat bagi para pihak. Acara pun ditutup dengan lomba membungkus dodol dan wajit di antara peserta.

Melalui kolaborasi antara PPM Unpad dan Desa Ngamplangsari, kata dia, inisiatif ini mempertegas pentingnya pelestarian budaya, mendorong penelitian, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga keberlangsungan warisan budaya.

"Semangat untuk melestarikan identitas budaya bersama dengan prinsip-prinsip keberlanjutan terus mewarnai masa depan pelestarian warisan budaya di Indonesia,” paparnya.

× Image