11 Fakta Dibalik Protes dan Mogoknya SBM ITB
BANDUNG---SBM ITB, mogok beroperasi, mulai Selasa, tanggal 8 Maret 2022. Hal tersebut, dikemukan oleh Forum Dosen SBM ITB (FD SBM ITB).
Menurut Perwakilan dan Juru Bicara Forum Dosen SBM, Achmad Ghazali, proses belajar mengajar tidak dilaksanakan secara luring maupun daring. Namun, mahasiswa diminta untuk belajar mandiri.
"Dengan berbagai pertimbangan, FD SBM ITB juga menyatakan tidak akan menerima mahasiswa baru sampai sistem normal kembali," ujar Achmad Ghazali kepada wartawan, Rabu (9/3).
Berikut 11 Fakta Dibalik Mogok Operasinya SBM ITB:
1. Menurut Ghazali, keputusan ini diambil karena kebijakan Rektor ITB saat ini tidak memungkinkan SBM ITB untuk beroperasi melayani mahasiswa sesuai standar internasional yang selama ini diterapkan.
2. Kondisi ini terjadi, karena dampak konflik berkepanjangan setelah Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mencabut hak swakelola SBM ITB tahun 2003 tanpa pemberitahuan dan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Pada 2 Maret 2022, jajaran dekanat SBM ITB yang dipimpin oleh Dekan SBM ITB Utomo Sarjono Putro, Wakil Dekan Bidang Akademik Aurik Gustomo dan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Reza A Nasution sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada Rektor.
4. Berbagai upaya, telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik terkait pencabutan hak swakelola SBM ITB, termasuk pertemuan Forum Dosen SBM ITB dengan Rektor beserta Wakil-Wakil Rektor pada tanggal 4 Maret 2022, namun masih belum membuahkan hasil.
5. Perwakilan FD SBM ITB, Jann Hidajat menyimpulkan hasil pertemuan tersebut Rektor tidak lagi mengakui dasar-dasar atau pondasi pendirian SBM ITB yang tertuang dalam SK Rektor ITB Nomor 203/2003.
6. SK ini, memberikan wewenang dan tanggung jawab swadana dan swakelola pada SBM ITB sebagai bagian dari ITB, yang selama 18 tahun telah berjalan dan berhasil membawa SBM ITB pada tingkat dunia, dengan diperolehnya akreditasi AACSB.
7. Pencabutan swakelola otomatis telah mematikan roh dan sekaligus meruntuhkan “bangunan” SBM ITB, raison d'etre, alasan kehidupan atau dasar eksistensi SBM ITB sebagai sebuah sekolah yang inovatif dan “gesit/lincah”.
8. Rektor sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam (berlaku bagi semua Fakultas/Sekolah di ITB), walaupun faktanya masing-masing Fakultas/Sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda.
9. Sistem yang dibangun Rektor ITB belum selesai, namun peraturan lama sudah ditutup. Peraturan baru ini menguatkan posisi Rektor sebagai penguasa tunggal dengan sistem yang sentralistis dan hirarkikal – membuat ITB menjadi tidak gesit/lincah.
10. FD SBM ITB juga mengkritisi kepemimpinan Rektor ITB yang membuat peraturan tanpa dialog dan sosialisasi, tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak-pihak terkait. Serta tidak mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta ITB, yaitu akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi. Pelanggaran atas prinsip-prinsip ini telah mengakibatkan kerugian baik material, moral, maupun psikis bagi dosen dan tendik SBM ITB.
11. FD SBM ITB kemudian menyampaikan pernyataan sikap yang sudah dikirimkan kepada Rektor pada Senin 6 Maret 2022 yang isinya meminta Rektor ITB berkomunikasi langsung dengan FD SBM ITB.
Sementara ini FD SBM ITB juga menyatakan bahwa, standar kualitas pelayanan terbaik di SBM ITB tidak lagi dapat dipertahankan, walaupun hasil upaya swadana yang dilaksanakan oleh SBM ITB cukup untuk mendanai kualitas pelayanan terbaik.
Artinya, pencabutan asas swakelola ini adalah bentuk ketidakadilan, terutama bagi mahasiswa dan orang tua mahasiswa yang telah membayar untuk mendapat standar pelayanan kelas dunia, tetapi tidak terlaksana karena dicabutnya azas swakelola. Arie Lukihardianti