Pertunjukan Teater Bahtera Rawat Kebinekaan

BANDUNG—Dihadapan para penonton, para pemain tampil maksimal dalam pertunjukan teater berjudul ‘Bahtera’ di Celah Celah Langit (CCL) di Kawasan Ledeng, Kota Bandung, Sabtu (16/8/2025). Bahtera yang terbuat dari batang-batang bambu menjadi panggung mereka untuk menghadapi ganasnya lautan, dengan dialog-dialog yang kerap menyentil situasi dan kondisi bangsa saat ini.
Menurut Iman Soleh pendiri CCL sekaligus sutradara ‘Bahtera’, CCL ketiga kalinya diminta untuk belajar bersama para siswa dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) Kemenkebud. Pertama tahun 2017, kedua tahun 2019, dan 2025. Saat ini peserta program tersebut adalah mahasiswa, satu bulan penuh mereka tinggal di CCL untuk berbagi pengalaman, berkarya yang dimulai dengan saling mengenal.
“Siswa yang datang ke rumah kami memiliki bahasa yang beragam, Kupang, Bali, Aceh, Jambi, Jabar, Banten, Jogja dan Makasar. Delapan bahasa yang berbeda. Inilah awal yang menarik untuk saling mengenal. Perbedaan ini membuat geoestetik menjadi kaya, keragaman budaya membuat kami lebih berwarna. Dan tidak memakan waktu terlalu banyak, kami bekerjasama dengan gembira karena menemukan begitu banyak hal baru,” ujar Iman Soleh.
Teater memiliki paradigma yang luas, selalu berubah dan terus berkembang. Sejak menentukan gagasan menjadi konsep, menyusun kerangka berpikir, membangun imajinasi, dan menginterprestasikan realitas pada karya. Semuanya berlangsung dengan semangat rumah yang tumbuh, sebuah keluarga besar yang beragam dan berikhtiar untuk menyatukan gagasan menjadi karya bersama.

“Dari gagasan sampai pertunjukan, kami nikmati semuanya di saat proses belajar, dengan nalar yang sehat, kemauan yang keras, imajinasi yang kaya dan setiap siswa mendekatkan hatinya pada asal mereka. Maka lahirlah sepuluh naskah monolog yang menterhubungkan para siswa dengan peristiwa sosial dan kekayaan budayanya sendiri. Mereka menulis karya monolog dari peristiwa terdekat dengan dirinya. Sepuluh naskah yang mereka tulis sendiri inipun, mereka mainkan sendiri,” tambahnya
Pada waktu yang bersamaan, merekapun membuat karya bersama, dengan pendekatan kolektif teks. Naskah yang ditulis sepuluh peserta berjudul ‘Bahtera’ untuk pertunjukan teater di akhir program. Tanpa mereka sadari, inti teater telah mereka lampaui, yaitu bekerjasama mewujudkan gagasan!.
“Saya bersyukur memiliki anak-anak yang tiba-tiba mahasiswa, mereka pengamal budaya Indonesia yang beragam. Dalam sebulan saya melihat mereka belajar menjawab sendiri pertanyaannya, menjawab sendiri gagasannya dengan realitas karya. Saya ucapkan terima kasih pada semua pihak atas program yang baik ini, sangat elok bila diperluas dan diperbanyak untuk Nusantara yang besar ini.” Pungkas Iman Soleh.***