Home > Umum

Peringatan Lupus Day 2025 Soroti Pentingnya Inklusivitas Bagi Penyintas Lupus

Diskusi ini menyoroti tantangan yang dihadapi penyintas autoimun dalam mengakses layanan publik
Seminar dalam rangka World Lupus Day (WLD) bertajuk ‘Stronger Together for Lupus Future’ di Prodia Tower, Jakarta Pusat. Ahad (1/6/2025). Foto: Dok SDF
Seminar dalam rangka World Lupus Day (WLD) bertajuk ‘Stronger Together for Lupus Future’ di Prodia Tower, Jakarta Pusat. Ahad (1/6/2025). Foto: Dok SDF

JAKARTA--Dalam rangka memperingati World Lupus Day (WLD) yang jatuh setiap tanggal 10 Mei, Perhimpunan Reumatologi Indonesia atau Indonesian Rheumatology Association (IRA) mengadakan kegiatan seminar awam bertema ‘Stronger Together for Lupus Future’ di Prodia Tower, Jakarta Pusat. Ahad (1/6/2025).

Acara ini dibuka oleh Anna Ariane perwakilan dari IRA, dan dihadiri oleh para penyintas lupus, praktisi kesehatan, Syamsi Dhuha Foundation (SDF) dan komunitas autoimun lainnya, serta pemangku kepentingan dari sektor publik dan kebudayaan.

Dalam sambutannya Anna mengatakan kegiatan ini diharapkan menjadi wadah edukasi dan advokasi yang menyoroti pentingnya inklusivitas bagi penyintas lupus, terutama mereka yang mengalami disabilitas tak tampak, yaitu keterbatasan fungsional yang tidak terlihat secara kasat mata namun berdampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari.

"Mudah-mudahan, kedepan saat mengakses layanan publik para autoimun dapat dikenali sebagai kelompok yang perlu diproritaskan," ujar Anna.

Kegiatan seminar menghadirkan narasumber Anna Ariane dengan materi Selayang Pandang Lupus Penyakit dengan Seribu Wajah, dan Sandra Sinthya Langow membahas Bahaya Herpes Zooster serta Strategi Pencegahannya.

Acara dilanjutkan dengan diskusi panel lintas sektor mengenai disabilitas tak tampak, yang menghadirkan Faisal Parlindungan dari Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Prof Multamia Retno Mayekti Tawangsih dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Raditya Maulana Rusdi dari TransJakarta, dan Endang Lukitosari dari Kementerian Kesehatan RI

Diskusi ini menyoroti tantangan yang dihadapi penyintas autoimun dalam mengakses layanan publik dan pentingnya kolaborasi multisektoral untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Puncak acara ditandai dengan peluncuran simbol lanyard dan logo disabilitas tak tampak, sebagai alat bantu identifikasi sukarela yang bertujuan mempermudah akses dan perlakuan manusiawi terhadap penyintas lupus di ruang publik. Simbol ini diharapkan dapat dikenali dan dihormati oleh masyarakat luas, termasuk penyedia layanan transportasi dan fasilitas publik.

Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan pernyataan bersama dari para pemangku kepentingan yang mencakup lima poin komitmen.

1. Disabilitas taktampak adalah nyata dan harus dihormati hak-haknya.

2. Logo disabilitas taktampak adalah alat bantu sukarela untuk mempermudah identifikasi dan akses.

3. Pengakuan bahasa adalah langkah awal, dengan dukungan untuk memasukkan istilah disabilitas tak tampak ke dalam KBBI.

4. Layanan publik harus inklusif, termasuk transportasi, layanan kesehatan, dan ruang publik. Di Jakarta, disabilitas sudah menjadi salah satu dari lima belas golongan penerima fasilitas transportasi gratis oleh TransJakarta sejak 2016.

5. Edukasi dan advokasi harus diperkuat untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas taktampak melalui pemenuhan hak mereka.

× Image